26 May 2016

Dilematisme pulau Sempu, antara Cagar Alam atau Pariwisata



beberapa pengunjung sedang bermain sepak bola dipinggir laguna pada sore hari
Sempu, yang saya ingat #savesempu. Dan kemungkinan kalo kita berbicara tentang sempu ditengah sesepuh traveller, hmm jangan harap dapat informasi tentang destinasi ini. Kita pasti akan di rekomendasikan untuk “JANGAN” ke sempu. Gak percaya?? Coba deh kalian nyeletuk dikit tentang pulau sempu di grup traveller sosial media seperti facebook, liat sendiri tanggapannya ya. Jangan lupa komeng disini kalo udah dicoba he he he. 

Pernyataan mereka bukannya tanpa alasan merekomendasikan (bukan melarang ya) kita untuk tidak berkunjung ke pulau sempu. Pertama, pulau sempu merupakan kawasan cagar alam, sudah pasti kawasan ini termasuk kawasan yang dlindungi. Kegiatan yang dilakukan dipulau sempu hanya untuk penelitian saja, itu pun harus mendapat persetujuan dari BK*DA. Lalu yang kedua adalah mayoritas dari mereka yang peduli akan pulau sempu mengkhawatirkan pencemaran yang terjadi akibat kegiatan pariwisata di pulau tersebut, pencemaran tersebut berupa sampah – sampah yang ditinggalkan oleh wisatawan. Tidak bisa dipungkiri, kebiasaan buruk tersebut masih menjadi momok bagi mereka yang peduli akan lingkungan sekitar dalam hal ini cagar alam pulau sempu. Kebiasaan kita pada umumnya yang masih belum peduli akan sampah kita sendiri. 

Lalu sebenarnya apa sih daya tarik dari pulau ini, sehingga banyak wisatawan yang ingin berkunjung?(baca : ngebet). Pulau sempu merupakan sebuah pulau di kabupaten Malang, yang terletak di desa Sendang Biru, Malang. Terdapat sebuah laguna cantik yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung kemari. Laguna yang berada di pulau tak berpenghuni, dengan view samudra hindianya dan juga karang bolong yang menjadi sirkulasi air dari Samudra Hindia ke laguna ini. Coba bayangin, udah kebayang belom kek gimana? Indah, cantik, atau belum bisa membayangkan J.

Ditengah berbagai pro dan kontra akan pulau sempu, saya pun penasaran dan mencoba berkunjung kesana pada 2014 lalu(pliss jangan dibully ya suhu . . .). hati saya tergerak akibat dari banyknya orang yang mengatakan “JANGAN”. Yap secara psikologis kata JANGAN malah akan membuat kita penasaran dan cenderung melakukan sesuatu yang diawali dengan kata “jangan”. Contohnya “jangan ke sempu??” yang kita terima adalah “ayoo ke sempu”. Karena pada dasarnya alam bawah sadar kita tidak bisa menerima sugesti negatif melainkan dengan sugesti positif. Itulah yang akhirnya membuat saya tergerak hatinya untuk berkunjung ke sempu (ngeles aja hahaha).   

Singkat cerita waktu itu saya beserta teman-teman tiba di Pantai Sendang Biru pada siang hari setelah menempuh 3 jam perlananan dari stasiun Malang. Untuk bisa menyeberang kesana, kita diharuskan melapor ke BK*DA setempat. Seperti biasa, basa-basi bla, bla, bla, bla. Dan kami akhirnya diizinkan masuk dengan local guide setempat (syarat wajib) dan juga “saweran” nya. Izin selesai, kami bergegas ke kapal yang akan mengantar ke pulau seberang yang jaraknya tidak terlalu jauh itu. Berenang juga nyampe (kalo mau), tapi kami cari yang aman aja lah. 

Tarif kapal disini flat, semuanya 100 rb/kapal untuk antar jemput. Mau pake kapal manapun ya segitu, mau banyakan atau seorang diri ya segitu gak bisa diganggu gugat. Kapal-kapal disini juga tertib dalam mengambil wisatawan. Maksudnya, sudah ada koordinator kapal yang akan mengatur kapal-kapal yang akan berangkat mengantar. Jadi istilahnya tidak saling berebut, karena disesuaikan dengan antriannya. Akan tetapi besoknya kita akan dijemput menggunakan kapal yang sama. 

Local guidenya pun begitu, semua sudah ada tarifnya sendiri. Local guide pulau sempu bertujuan sebagai penunjuk jalan ke laguna pulau sempu, karena jalur menuju lagunanya banyak yang bercabang, salah ambil jalur repot juga kan tersesat dipulau gak berpenghuni. Tarif local guide disini 100 ribu untuk sekali jalan, besok pulangnya kalo mau di jemput bayar lagi. Untungnya waktu pulang saya dan teman-teman bareng rombongan lain juga yang sama-sama dari Jakarta, lumayanlah uangnya bisa buat beli bakso. Lumayan kan ongkos kemari kalo sendirian, lebih baik rame-rame atau join sama rombongan lain yang akan nyebrang juga kesana.

Disini saya tidak akan bercerita tentang pulau sempu secara keseluruhan, karena memang sudah banyak review tentang pulau sempu itu sendiri. saya akan bercerita dari sisi lain, menurut sudut pandang saya dan kebetulan ada hubungannya dengan kampanye #savesempu itu sendiri. Namun saya tidak ingin mendebat kampanye #savesempu itu sendiri. Karena saya sendiri cinta damai (cari aman). Ini murni hanya sharing sesuai dengan pengalaman dan pengamatan saya selama disana aja.

Seperti yang sudah saya jelaskan diatas, ada sebuah sistem yang tertata dengan baik disini. Sistem yang dibuat supaya adil dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial serta menghindari terjadinya monopoli harga. Mulai dari perijinan, local guide sebagai syarat wajib, dan juga antrian perahu yang menyebrangkan kita ke pulau sempu. Disisi lain, pemerintah setempat juga memang mendukung aktifitas pariwisata yang ada di tempat tersebut. 

Mungkin kalian harus tahu lebih dahulu beberapa fakta tentang nelayan di sendang biru, masyarakat yang bersentuhan langsung dengan kegiatan wisata di pulau sempu.

Pertama, tidak setiap hari nelayan bisa melaut.
Hal tersebut terjadi karena faktor cuaca yang terkadang tidak mendukung. Maklum ketika ombak dilautan tidak bersahabat, mereka memilih untuk menyandarkan kapalnya di dermaga daripada harus bertaruh nyawa di laut lepas melawan ganasnya ombak samudra hindia. Kita tahu lah, mayoritas nelayan kita masih menggunakan kapal-kapal yang bertonase kecil dan itu berpengaruh terhadap daya jelajah(cover area) mereka yang terbatas. Sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak ketika alam berkehendak lain. 

Kedua, tangkapan ikan mereka bersifat musiman.
Nelayan di sendang biru menggantungkan pendapatan mereka dari penjualan ikan tuna. Garis pantai di Malang ini juga menjadi jalur migrasi ikan tuna. Dan harus kita ketahui, bahwa ikan tuna tidak setiap bulan ada. kalo nelayan bilang, “ada musimnya”. Nah kalo lagi gak musim? Yo wiss, seadanya aja diangkutinlah. Moso iya, kita mau melawan kehendak yang kuasa toh. Imbasnya penghasilan mereka otomatis menurun. Karena ikan tuna menjadi komoditas “primadona” di sendang biru dikarenakan harga jualnya yang tinggi. Tuna menjadi harapan besar bagi nelayan sendang biru terhadap perekonomiannya.

Itulah beberapa fakta yang harus kita ketahui tentang nelayan di sendang biru. Sampai sini udah bayangan? Itulah kenapa saya menjelaskan tentang fakta-fakta tentang nelayan diatas. Yap jika kita melihat fakta-fakta yang ada, wisata sendang biru khususnya pulau sempu bisa dijadikan alternatif bagi nelayan untuk mendapatkan penghasilan selain sebagai nelayan. Tidak hanya nelayan sebenarnya, tapi masyarakat sekitar pada umumnya. Ketika nelayan sedang tidak melaut, ketika ombak sedang tidak bersahabat, wana wisata sendang biru bisa menjadi alternatif untuk menggerakan roda ekonomi masyarakat.

Ini yang akhirnya menjadi dilematisme tersendiri. disatu sisi cagar alam pulau sempu tidak dkhususkan untuk pariwisata, namun disisi lain pariwisatanya bisa menghidupkan perekenomian masyarakat sekitar. berkaca pada pengalaman saya kemarin, kekhawatiran mereka yang peduli akan pulau sempu terkait sampah yang dihasilkan tidak separah itu. Sepanjang perjalanan ke laguna pulau sempu, jarang saya temui sampah-sampah menumpuk seperti yang biasa kita lihat pada umumnya. Di area lagunanya pun begitu, ada memang sampah tapi belum masuk tahap mengkhawatirkan, masih bisa dipungut kok sama kita-kita ini. Toh saya juga melihat ada petugas yang bertugas mengangkut sampah dari laguna ke sendang biru.

Kejadian itu saya lihat ketika kami akan pulang ke sendang biru. Dan di sepanjang perjalanan saya turut serta “mungutin” sampah yang saya lihat dijalan. Kebanyakan tisu-tisu yangt berserakan sepanjang jalur. Sampah plastik tidak banyak. Kalo saya lihat mereka(masyarakat sendang biru) sudah sadar akan potensi wisata di daerah mereka dan sadar betul tanggung jawab mereka terhadap kawasan cagar alam pulau sempu.

Untuk menyelesaikan masalah ini ada baiknya kita duduk bersama mencari win-win solution terbaik, tidak hanya melakukan aksi di sosial media namun harus juga ada aksi nyata. karena realitanya ada masyarakat yang menggantungkan harapan di pulau sempu. Terlalu naif jika kita bisa peduli dengan alam namun ikut mengabaikan kelangsungan hidup makhluk hidup yang lain. Saya pribadi setuju cagar alam harus dijaga, namun saya juga mendukung masyarakat yang ikut menggantungkan kehidupannya dari pulau sempu dalam hal ini pariwisatanya.

So,,, think again J