|
beberapa pengunjung sedang bermain sepak bola dipinggir laguna pada sore hari |
Sempu, yang saya ingat #savesempu. Dan kemungkinan kalo kita berbicara
tentang sempu ditengah sesepuh traveller, hmm jangan harap dapat informasi
tentang destinasi ini. Kita pasti akan di rekomendasikan untuk “JANGAN” ke
sempu. Gak percaya?? Coba deh kalian nyeletuk dikit tentang pulau sempu di grup
traveller sosial media seperti facebook, liat sendiri tanggapannya ya. Jangan
lupa komeng disini kalo udah dicoba he he he.
Pernyataan mereka bukannya tanpa alasan merekomendasikan (bukan melarang
ya) kita untuk tidak berkunjung ke pulau sempu. Pertama, pulau sempu merupakan
kawasan cagar alam, sudah pasti kawasan ini termasuk kawasan yang dlindungi.
Kegiatan yang dilakukan dipulau sempu hanya untuk penelitian saja, itu pun
harus mendapat persetujuan dari BK*DA. Lalu yang kedua adalah mayoritas dari
mereka yang peduli akan pulau sempu mengkhawatirkan pencemaran yang terjadi
akibat kegiatan pariwisata di pulau tersebut, pencemaran tersebut berupa sampah
– sampah yang ditinggalkan oleh wisatawan. Tidak bisa dipungkiri, kebiasaan
buruk tersebut masih menjadi momok bagi mereka yang peduli akan lingkungan
sekitar dalam hal ini cagar alam pulau sempu. Kebiasaan kita pada umumnya yang
masih belum peduli akan sampah kita sendiri.
Lalu sebenarnya apa sih daya tarik dari pulau ini, sehingga banyak wisatawan
yang ingin berkunjung?(baca : ngebet). Pulau sempu merupakan sebuah pulau di
kabupaten Malang, yang terletak di desa Sendang Biru, Malang. Terdapat sebuah
laguna cantik yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung kemari. Laguna
yang berada di pulau tak berpenghuni, dengan view samudra hindianya dan juga
karang bolong yang menjadi sirkulasi air dari Samudra Hindia ke laguna ini.
Coba bayangin, udah kebayang belom kek gimana? Indah, cantik, atau belum bisa
membayangkan J.
Ditengah berbagai pro dan kontra akan pulau sempu, saya pun penasaran dan
mencoba berkunjung kesana pada 2014 lalu(pliss jangan dibully ya suhu . . .).
hati saya tergerak akibat dari banyknya orang yang mengatakan “JANGAN”. Yap
secara psikologis kata JANGAN malah akan membuat kita penasaran dan cenderung
melakukan sesuatu yang diawali dengan kata “jangan”. Contohnya “jangan ke sempu??” yang kita terima
adalah “ayoo ke sempu”. Karena pada
dasarnya alam bawah sadar kita tidak bisa menerima sugesti negatif melainkan
dengan sugesti positif. Itulah yang akhirnya membuat saya tergerak hatinya
untuk berkunjung ke sempu (ngeles aja hahaha).
Singkat cerita waktu itu saya beserta teman-teman tiba di Pantai Sendang
Biru pada siang hari setelah menempuh 3 jam perlananan dari stasiun Malang.
Untuk bisa menyeberang kesana, kita diharuskan melapor ke BK*DA setempat.
Seperti biasa, basa-basi bla, bla, bla, bla. Dan kami akhirnya diizinkan masuk
dengan local guide setempat (syarat wajib) dan juga “saweran” nya. Izin
selesai, kami bergegas ke kapal yang akan mengantar ke pulau seberang yang
jaraknya tidak terlalu jauh itu. Berenang juga nyampe (kalo mau), tapi kami
cari yang aman aja lah.
Tarif kapal disini flat, semuanya 100 rb/kapal untuk antar jemput. Mau pake
kapal manapun ya segitu, mau banyakan atau seorang diri ya segitu gak bisa
diganggu gugat. Kapal-kapal disini juga tertib dalam mengambil wisatawan. Maksudnya,
sudah ada koordinator kapal yang akan mengatur kapal-kapal yang akan berangkat
mengantar. Jadi istilahnya tidak saling berebut, karena disesuaikan dengan
antriannya. Akan tetapi besoknya kita akan dijemput menggunakan kapal yang
sama.
Local guidenya pun begitu, semua sudah ada tarifnya sendiri. Local guide
pulau sempu bertujuan sebagai penunjuk jalan ke laguna pulau sempu, karena
jalur menuju lagunanya banyak yang bercabang, salah ambil jalur repot juga kan
tersesat dipulau gak berpenghuni. Tarif local guide disini 100 ribu untuk
sekali jalan, besok pulangnya kalo mau di jemput bayar lagi. Untungnya waktu
pulang saya dan teman-teman bareng rombongan lain juga yang sama-sama dari
Jakarta, lumayanlah uangnya bisa buat beli bakso. Lumayan kan ongkos kemari
kalo sendirian, lebih baik rame-rame atau join sama rombongan lain yang akan
nyebrang juga kesana.
Disini saya tidak akan bercerita tentang pulau sempu secara keseluruhan,
karena memang sudah banyak review tentang pulau sempu itu sendiri. saya akan
bercerita dari sisi lain, menurut sudut pandang saya dan kebetulan ada
hubungannya dengan kampanye #savesempu itu sendiri. Namun saya tidak ingin
mendebat kampanye #savesempu itu sendiri. Karena saya sendiri cinta damai (cari
aman). Ini murni hanya sharing sesuai dengan pengalaman dan pengamatan saya
selama disana aja.
Seperti yang sudah saya jelaskan diatas, ada sebuah sistem yang tertata
dengan baik disini. Sistem yang dibuat supaya adil dan tidak menimbulkan
kecemburuan sosial serta menghindari terjadinya monopoli harga. Mulai dari
perijinan, local guide sebagai syarat wajib, dan juga antrian perahu yang
menyebrangkan kita ke pulau sempu. Disisi lain, pemerintah setempat juga memang
mendukung aktifitas pariwisata yang ada di tempat tersebut.
Mungkin kalian harus tahu lebih dahulu beberapa fakta tentang nelayan di
sendang biru, masyarakat yang bersentuhan langsung dengan kegiatan wisata di
pulau sempu.
Pertama, tidak setiap hari nelayan bisa melaut.
Hal tersebut terjadi karena faktor cuaca yang terkadang tidak mendukung.
Maklum ketika ombak dilautan tidak bersahabat, mereka memilih untuk
menyandarkan kapalnya di dermaga daripada harus bertaruh nyawa di laut lepas
melawan ganasnya ombak samudra hindia. Kita tahu lah, mayoritas nelayan kita
masih menggunakan kapal-kapal yang bertonase kecil dan itu berpengaruh terhadap
daya jelajah(cover area) mereka yang terbatas. Sehingga mereka tidak bisa
berbuat banyak ketika alam berkehendak lain.
Kedua, tangkapan ikan mereka bersifat musiman.
Nelayan di sendang biru menggantungkan pendapatan mereka dari penjualan
ikan tuna. Garis pantai di Malang ini juga menjadi jalur migrasi ikan tuna. Dan
harus kita ketahui, bahwa ikan tuna tidak setiap bulan ada. kalo nelayan
bilang, “ada musimnya”. Nah kalo lagi
gak musim? Yo wiss, seadanya aja diangkutinlah. Moso iya, kita mau melawan
kehendak yang kuasa toh. Imbasnya penghasilan mereka otomatis menurun. Karena
ikan tuna menjadi komoditas “primadona” di sendang biru dikarenakan harga
jualnya yang tinggi. Tuna menjadi harapan besar bagi nelayan sendang biru
terhadap perekonomiannya.
Itulah beberapa fakta yang harus kita ketahui tentang nelayan di sendang
biru. Sampai sini udah bayangan? Itulah kenapa saya menjelaskan tentang
fakta-fakta tentang nelayan diatas. Yap jika kita melihat fakta-fakta yang ada,
wisata sendang biru khususnya pulau sempu bisa dijadikan alternatif bagi
nelayan untuk mendapatkan penghasilan selain sebagai nelayan. Tidak hanya
nelayan sebenarnya, tapi masyarakat sekitar pada umumnya. Ketika nelayan sedang
tidak melaut, ketika ombak sedang tidak bersahabat, wana wisata sendang biru bisa
menjadi alternatif untuk menggerakan roda ekonomi masyarakat.
Ini yang akhirnya menjadi dilematisme tersendiri. disatu sisi cagar alam
pulau sempu tidak dkhususkan untuk pariwisata, namun disisi lain pariwisatanya
bisa menghidupkan perekenomian masyarakat sekitar. berkaca pada pengalaman saya
kemarin, kekhawatiran mereka yang peduli akan pulau sempu terkait sampah yang
dihasilkan tidak separah itu. Sepanjang perjalanan ke laguna pulau sempu,
jarang saya temui sampah-sampah menumpuk seperti yang biasa kita lihat pada
umumnya. Di area lagunanya pun begitu, ada memang sampah tapi belum masuk tahap
mengkhawatirkan, masih bisa dipungut kok sama kita-kita ini. Toh saya juga
melihat ada petugas yang bertugas mengangkut sampah dari laguna ke sendang
biru.
Kejadian itu saya lihat ketika kami akan pulang ke sendang biru. Dan di
sepanjang perjalanan saya turut serta “mungutin” sampah yang saya lihat
dijalan. Kebanyakan tisu-tisu yangt berserakan sepanjang jalur. Sampah plastik
tidak banyak. Kalo saya lihat mereka(masyarakat sendang biru) sudah sadar akan
potensi wisata di daerah mereka dan sadar betul tanggung jawab mereka terhadap
kawasan cagar alam pulau sempu.
Untuk menyelesaikan masalah ini ada baiknya kita duduk bersama mencari
win-win solution terbaik, tidak hanya melakukan aksi di sosial media namun
harus juga ada aksi nyata. karena realitanya ada masyarakat yang menggantungkan
harapan di pulau sempu. Terlalu naif jika kita bisa peduli dengan alam namun
ikut mengabaikan kelangsungan hidup makhluk hidup yang lain. Saya pribadi
setuju cagar alam harus dijaga, namun saya juga mendukung masyarakat yang ikut
menggantungkan kehidupannya dari pulau sempu dalam hal ini pariwisatanya.
So,,, think again J